Aliran-aliran Filsafat Pendidikan Barat dan Karakteristiknya
1. Aliran Progresivisme
Progresivisme
adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini
berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di
masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannyamemfokuskan pada
guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini aalah George Axtelle,
William O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B. Thomas dan Frederick C. Neff.
Progresivisme mempunyai konsep yang didasari oleh kepercayaan bahwa
manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta
mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam keberlangsungan
manusia itu sendiri. Sehubungan dengan hal itu, progresivisme kurang menyetujui
adanya pendidikan yang bercorak otoriter.
Pendidikan yang
bercorak otoriter ini dapat diperkirakan mempunyai kesulitan untuk mencapai
tujuan-tujuan (yang baik), karena kurang menghargai dan memberikan tempat yang
semestinya kepada kemampuan-kemampuan dalam proses pendidikan. Padahal semua
itu adalah ibarat motor penggerak manusia dalam usahanya untuk mengalami
kemajuan (proggress). Oleh karena itu, kemajuan (progress) ini menjadi
perhatian kaum progresivisme, maka beberapa ilmu pengetahuan yang mampu
menumbuhkan kemajuan dipandang oleh progresivisme merupakan bagian-bagain utama
dari sebuah peradaban.
2. Aliran Esensialisme
Aliran
esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme
muncul pada zaman Renaisance dengan cirri-cirinya yang berbeda dengan
progesivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk
perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.
Esensiliasme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama, yang meberikan kestabilan dan nilai-nilai
terpilih yang mempunyai tata yang jelas (Zuhairini, 1991: 21).
Idealisme, sebagai filsafat hidup,
memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan pada aku.
Menurut idealisme, pada tarap permulaan seseorang belajar memahami akunya
sendiri, kemudian ke luar untuk memahami dunia objektif. Dari mikrokosmos
menuju ke makrokosmos. Menurut Immanuel Kant, segala pengetahuan yang dicapai
manusia melalui indera memerlukan unsure apriori, yang tidak didahului oleh
pengalaman lebih dahulu.
Bila orang
berhadapan dengan benda-benda, bukan berarti semua itu sudah mempunayi bentuk,
ruang, dan ikatan waktu. Bentuk, ruang , dan waktu sudah ada pada budi manusia
sebelum ada pengalaman atu pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi
pada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah pada budi. Budi membentuk dan
mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut,
belajar dapat didefinisikan sebagai substansi spiritual yang membina dan
menciptakan diri.
3. Aliran Perenialisme
Perenialisme
memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan
sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun
praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang (Muhammad Noor Syam,
1986: 154). Dari pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil
pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi sseorang untuk bersikap tegas dan
lurus. Karena itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah
arsah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya
filsafat pendidikan.
Menurut
perenialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan
ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi, dengan
berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan
mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk
mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang
cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami factor-faktor dan problema yang
perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya.
Diharapkan anak
didik mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan
pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada
masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat
menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi,
matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lainnya, yang telah banyak
memberikan sumbangan kepada perkembangan zaman dulu.
Tugas utama
pendidiakn adalah mempersiapkan anak didik ke arah kematangan. Matang dalam
arti hiodup akalnya. Jadi, akal inilah yang
perlu mendapat tuntunan ke arah kematangan tersebut. Sekolah rendah memberikan
pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional
seperti membaca, menulis, dan berhitung, anak didik memperoleh dasar penting
bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Sekolah,
sebagai tempat utama dalam pendidikan, mempesiapkan anak didik ke arah
kematangan akal dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan tugas utama guru
adalah memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik.
Dengan kata lain, keberhasilan anak dalam bidang akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah
mendidik dan mengajarkan.
4. Aliran Rekonstruksionisme
Kata
Rekonstruksionisme bersal dari bahasa Inggris reconstruct, yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat
pendidikan, rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak
tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme
pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis
kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam (1985: 340), kedua aliran
tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempumyai
kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Aliran
rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas
semua umat manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual
yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan
nilai dan norma yang benar pula demi generasi yang akan datang, sehingga
terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Di samping itu,
aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu
dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia
yang dikuasai oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang sesungguhnya
tidak hanya teori, tetapi mesti diwujudkan menjadi kenyataan, sehingga mampu
meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan
masyarakat tanpa membedakan warna kulit,, keturunan, nasionalisme, agama
(kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
No comments:
Post a Comment